Anak-anak memiliki sifat egosentris yang membuatnya enggan berbagi. Semua adalah miliknya, memuaskan dirinya, berpusat pada dirinya. Namun dengan pertambahan usia, sifat ini akan berkurang, apalagi jika didukung oleh stimulus lingkungan. Misalnya memiliki adik, berbagi dengan adik, atau orang tua.
Orang tua sebagai teladan
Orang tua sebagai pengasuh utama memiliki kedekatan yang spesial dengan anak. Melihat ayah atau ibunya bersedekah dan berinfaq akan terekam selamanya dalam ingatan anak. Mengajak anak membayar zakat fitrah misalnya, setelah itu jelaskan apa itu zakat fitrah, maka anak langsung mendapatkan informasi yang aktual. Memilih baju untuk disedekahkan, alangkah baiknya jika sedekah baju baru, jika tidak memungkinkan maka libatkan anak untuk memilih baju-bajunya yang sempit namun dalam kondisi baik untuk disedekahkan. Pastinya berat untuk mereka karena memang mereka memiliki sifat kemaruk dan rakus, tidak mengapa, orang tua dengan bahasa kasih sayang bisa menyampaikan bahwa baju-baju tersebut akan lebih bermanfaat untuk orang lain, dari pada hanya di dalam lemari kakak. Ingatkan juga bahwa semua ini hanyalah titipan dari Tuhan, ada rezeki orang lain dalam rezeki kita. Dengan ketelatenan dan terus menerus anak akan mengerti.
Tumbuhkan empati
Empati mutlak diperlukan dalam diri anak, agar kelak menjadi manusia yang dirindukan. Orang yang tidak memiliki empati, tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Ini tentu saja akan berpengaruh ketika ketika anak besar nanti. Ketika ada saudara atau tetangga yang meninggal bisa dikatakan "Tuh kasihan ya si fullan, sudah gak punya Bapak". Ajak anak mengunjungi panti asuhan dan memberikan bantuan. Anak harus dibimbing merasakan kondisi orang lain yang jauh berbeda dangan kondisinya, mengasah keterampilan ini tentu bukanlah hal yang mudah namun jika sering ditanamkan ke dalam otaknya maka lama kelamaan tentu akan terekam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar